OPINI—Baru-baru ini Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali, mempertanyakan sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait Ma’had Al Zaytun.
Menurutnya dengan berbagai penyimpangan ajaran di Ma’had Al Zaytun serta adanya keterkaitan dengan NII KW 9, pemerintah tidak cukup untuk memberikan teguran. Tetapi menurutnya pemerintah juga harus secepatnya mengambil tindakan membubarkan.
Kata kiai Athian “Mengapa ada negara di dalam negara ini dibiarkan. Sedangkan HTI yang punya pemikiran tentang khilafah sudah dibubarkan, FPI juga dibubarkan, loh kok ini Al Zaytun dia jelas punya struktur pemerintahannya sendiri, dibiarkan?.
Ia juga menyoroti beberapa praktik ibadah di Al Zaytun yang viral beberapa waktu lalu seperti sholat bercampur antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, peristiwa dugaan pelecehan seksual terhadap santriwati di pondok pesantren Al Zaytun yang terjadi beberapa tahun ke belakang. Bukankah ini menjadi bukti kuat untuk segera diambil tindakan oleh aparat dan pemerintah?.(Republika.co.id, 17/06/2023)
Juga dilansir dari laman lain, bahwa Nama Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang berada di Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat belakangan jadi sorotan publik karena ajaran yang dinilai melenceng dari Islam. Berbagai kegiatan yang dilakukan Ponpes milik Panji Gumilang itu kerap viral mulai dari saf jemaah perempuan dan laki-laki bercampur hingga dugaan terafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah turun tangan untuk menangani ponpes yang dipimpin Panji Gumilang itu. Dengan membentuk tim khusus yang bakal mengusut ajaran yang ada di Ponpes Al-Zaytun. CNNIndonesia.com, 21/06/2023
Selain itu, Ada pula cuplikan video ceramah Panji Gumilang yang mengeklaim bahwa Al-Qur’an bukanlah firman Allah SWT, melainkan ucapan Nabi Muhammad saw. yang berasal dari wahyu Allah Taala. Klaim ini terkonfirmasi juga saat wawancara eksklusif Panji Gumilang dengan SCTV baru-baru ini.
Dengan Beragamnya kegiatan pompes Al-zaytun menjadi pertanyaan besar akankah negara masih membiarkannya? Ataukah justru sebaliknya mengingat begitu banyak ajaran sesat yang ada. Namun justru yang bukan ajarang sesat dianggap sesat, dan yang nyata-nyata sesat bahkan sudah terbukti kesesatannya tidak segera diberikan tindakan tegas.
Sekularisme Biang Kesesatan
Seperti inilah yang terjadi dalam sistem sekuler, dimana (aqidah yang memisahkan agama dan kehidupan) yang dianut dan diterapkan di negeri ini sesungguhnya adalah pangkal kesesatan.
Dari aqidah ini juga lahir sistem demokrasi yang menjamin kebebasan (liberalisme). Di antaranya adalah kebebasan beragama. Meski dalam Islam pun setiap orang bebas memeluk agama. Setiap orang tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam. Sebagaimana Firman-Nya: “Tidak ada paksaan dalam memasuki agama (Islam) (TQS al-Baqarah [2]: 256).
Hanya saja, dalam sistem sekuler ini , kebebasan beragama tak hanya dipahami sebagai kebebasan untuk memeluk agama tertentu. Namun juga menjamin kebebasan orang untuk gonta-ganti agama, termasuk murtad dari agama Islam. Serta menjamin kebebasan bagi siapapun untuk menyelewengkan ajaran agamanya.
Sehingga munculnya ratusan aliran sesat, termasuk yang menistakan ajaran Islam, terkesan seolah dibiarkan. Belum lagi munculnya beragam pemikiran liberal yang juga sesat dan menyesatkan.
Misalnya saja pemikiran tentang pluralisme agama, yang memandang semua agama sama. Juga pemikiran tentang toleransi beragama yang kebablasan, yang melahirkan sinkretisme (campur-aduk) agama seperti doa bersama lintas agama, dll. Semua seolah dibiarkan oleh negara dengan dalih kebebasan.
Disisi lain, sikap negara kepada mereka yang berpegang teguh padah aqidah islam, termasuk pada identitas Islam, serta yang berkeinginan untuk hidup diatur oleh syariah Islam secara kâffah, termasuk mengkaji dan mengajarkan ajaran Islam secara kaffah, sering kali dicap sebagai Radikal, Teroris bahkan dibubarkan. Padahal sekularisme yang melahirkan kebebasan, menjadi pangkal kesesatan justru dibiarkan.
Keseriusan Negara menjaga Aqidah Ummat
Salah satu peran negara yang paling utama dalam pandangan Islam adalah menjaga dan melindungi aqidah/keyakinan umat Islam. Munculnya banyak aliran sesat di Indonesia itu jelas menunjukkan bahwa negara saat ini tidak hadir dalam menjaga dan melindungi aqidah umat Islam.
Padahal aliran-aliran sesat itu telah memakan banyak korban dari kalangan umat Islam. Mereka banyak yang akhirnya tersesat/menyimpang dari aqidah Islam yang lurus, bahkan murtad dari Islam.
Namun, Negara saat ini justru terkesan abai, mengapa demikian, tidak lain karena negara juga menganut dan menerapkan aqidah sekularisme. Sekularisme yang hakikatnya adalah aqidah sesat. Pasalnya, sekularisme adalah aqidah yang meyakini agama harus dipisahkan dari urusan negara.
Dalam negara sekuler, negara tidak boleh campur-tangan dalam urusan keyakinan warga negaranya. Sehingga Meski ada warga negara yang gonti-ganti agama/keyakinan, negara tak akan peduli. Negara pun tak akan peduli jika banyak Muslim yang murtad dari Islam, termasuk menganut aliran sesat.
Padahal di Dalam sistem islam justru keberadaan negara berfungsi sebagai institusi penerap Islam kafah. Para penguasanya akan benar-benar memastikan bahwa aturan yang ditetapkan adalah sesuai aturan Islam. Begitu pun para hakim, akan memutuskan semua perkara berlandaskan syariat-Nya.
Dengan begitu, mereka yang gonta ganti agama, yang murtad dan yang menganut aliran sesat tak akan dibiarkan, bahkan diberikan sangsi yang tegas. Sehingga tercapai tujuan dari diterapkannya syariat Islam (maqashid asy-syariah) tadi karena negara—sebagai pengurus urusan umat—akan menjaga agama, jiwa, harta, keturunan dan akal umatnya.
Sebagaimana dahulu ketegasan Rasulullah saw.—sebagai kepala negara— beliau sangat tegas terhadap aliran yang menyimpang. Seperti diketahui, dalam sejarah Islam, pernah muncul seorang yang mengklaim sebagai nabi (nabi palsu).
Dia adalah Musailamah al-Kadzdzab (Musailamah Sang Pendusta). Nama aslinya Musailamah bin Habib dari Bani Hanifah. Berbagai cara dilakukan Musailamah untuk mengukuhkan posisinya. Salah satunya mengirimkan surat kepada Nabi Muhammad saw.
Dalam surat itu, Musailamah meyakinkan bahwa dirinya adalah seorang nabi dan rasul Allah juga, sama seperti Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. kemudian mengirimkan surat balasan untuk Musailamah. Sebagaimana dikutip dalam Sirah Ibnu Ishaq, berikut surat balasan Nabi Muhammad saw.:
“Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah sang Pendusta. Keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk (QS Thaha: 47). Sungguh bumi ini adalah milik Allah. Allah mewariskan bumi ini kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ibnu Hisyam, Sîrah Ibnu Hisyâm, 2/601).
Namun demikian, balasan surat Nabi Muhammad saw. itu sedikitpun tidak mengubah keyakinan dan semangat Musailamah untuk menyebarkan ajarannya. Bahkan ‘dakwah’ Musailamah semakin aktif setelah Nabi Muhammad saw. wafat.
Akibatnya, propaganda yang disebarluaskan Musailamah itu mempengaruhi stabilitas pemerintahan Islam pasca Rasulullah saw., yakni pemerintahan Islam di bawah Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Karena itu di bawah komando Khalifah Abu Bakar ra., pasukan kaum Muslim kemudian menumpas Musailamah dan pengikutnya dalam Perang Yamamah (12 H) (Al-Mubarakfuri, Ar-Rahîq al-Makhtûm, hlm. 416).
Seperti itulah bentuk ketegasan para pemimpin didalam islam, dan bukan hanya terjadi pada masa Rasulullah tpi juga disemua era pemerintahan Islam, khususnya masa Khulafaur Rasyidin dan era setelahnya, masih banyak orang yang menyebarkan aliran sesat/menyimpang. Rata-rata mengklaim sebagai nabi.
Mereka sebelumnya adalah Muslim, lalu menyimpang dari ajaran Islam. Disebutkan dalam Nihâyat al-‘Alam karya Muhammad al-‘Arifi bahwa selain Musailamah, ada beberapa nabi palsu yang hidup pada zaman Rasulullah saw. dan para khalifah sepeninggal beliau. Semuanya diperangi oleh negara, tentu setelah sebelumnya mereka diminta untuk bertobat dan kembali ke dalam pangkuan Islam, tetapi mereka menolak.
Oleh karena itu, rusaknya aqidah umat Islam hari ini sesungguhnya adalah akibat dari dicampakkannya syariat Islam sebagai pedoman hidup mereka, termasuk bernegara. Sehingga sudah sepatutnya lah kita kembali kepada sistem islam, karena hanya dengan sistem islamlah, ummat terjaga akidahnya, serta menjaga umat agar senantiasa taat dan patuh pada ajaran agama.
Para penguasanya pun akan memastikan seluruh aturan berjalan sesuai syariat. Begitu pun para hakimnya, memutuskan perkara sesuai syariat sehingga berbagai aliran sesat akan ditumpaskan. Wallahualam. (*)
Penulis: Ulfiah (Pegiat Literasi)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.