OPINI—“Kian kemari kian tertindas” adalah ungkapan yang pas untuk menggambarkan keadaan rakyat di negeri tercinta, Indonesia. Rasanya ada saja kebijakan dan aturan pemerintah yang membuat rakyat kian kesulitan, sudah susah tambah susah.
Kali ini Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang syarat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan di usia 56 tahun.
Aturan ini sontak menimbulkan gelombang protes yang besar, terutama dari kalangan buruh, karyawan, dan masyarakat luas.
Di era kepemimpinan Jokowi, aturan terkait BPJS Ketenagakerjaan memang kerap kali berubah-ubah. Pada awal periode pertama, Jokowi menerbitkan PP Nomor 48 Tahun 2015.
Aturan itu menyebut JHT BPJS Ketenagakerjaan baru bisa cair saat peserta memasuki usia 56 tahun.
Aturan itu memicu penolakan publik. Petisi daring dan kritik di media massa memaksa Jokowi merevisi aturan itu. Ia pun memerintahkan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk merevisi aturan tersebut.
Pada 12 Agustus 2015, pemerintah menerbitkan PP Nomor 60 Tahun 2015. Peraturan itu menyatakan JHT BPJS Ketenagakerjaan bisa dicairkan sebulan setelah peserta keluar dari perusahaan.
Menaker Hanif Dhakiri menindaklanjuti aturan itu dengan menerbitkan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015. (CNNIndonesia, 16/2/2022).
Kini aturan tersebut dihidupkan kembali oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Namun kali ini, kendati mendapat kecaman dari buruh dan masyarakat luas.
Bahkan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sampai meminta agar Menteri Ida dicopot sebagai Menteri Ketenagakerjaan.
Namun Kementerian Ketenagakerjaan sepertinya enggan dan merasa berat bila harus mencabut Permen yang menyusahkan para buruh dan karyawan tersebut.