OPINI—Sejumlah anggota DPR yang diduga bermain judi online ternyata mencapai 82 orang, berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam rapat Komisi III DPR RI dengan PPATK pada Rabu (26/6/2024), terungkap bahwa ada 1.000 lebih anggota dewan di pusat dan daerah (DPR dan DPRD) yang bermain judi online. (Kompas.com, 28/06/2024)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa lebih dari 1.000 orang anggota legislatif setingkat DPR dan DPRD bermain judi online (judol).
Hal ini diungkapkan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ivan Yustiavandana, dalam rapat dengan DPR RI. Bukan hanya itu, jumlah dan transaksi dilingkungan DPR dan DPRD sangat pantastik yaitu mencapai lebih dari 63.000 transaksi dengan nominal perputarannya hingga rupiah 25 miliar. (Tirto.id ,26/6/2024)
Sungguh disayangkan lebih dari 1.000 orang wakil rakyat baik di lembaga Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), terlibat judi online.
Meskipun sebagian masyarakat berharap wakil rakyat bisa menghentikan judi online, namun nyatanya mereka sendiri juga pelaku. Realitas ini jelas mencerminkan betapa buruknya kualitas wakil rakyat, mulai dari integritas yang lemah, tidak amanah, dan kredibilitas yang rendah.
Disisi lain, banyaknya wakil rakyat yang terlibat judi online juga menggambarkan bahwa masalah ini bukan hanya masalah individu, melain sistem, yakni sistem kapitalisme, saat ini masyarakat sedang diatur oleh sistem kapitalisme yang meniscayakan orang-orang yang memiliki kekuasaan menjadi serakah kerena orientasi sistem kapitalisme adalah materi.
Selama ada kesempatan meraup keuntungan besar, maka kesempatan itu harus digunakan, tidak perduli halal haram nya cara yang dilakukan.
Kapitalisme, Sumber Masalah
Akibat bangsa ini menerapkan sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang notabenenya bukan syariat Islam (hukum Allah Swt.), maka kerusakan dan kezaliman kian nyata dan merajalela.
Sehingga, pelaku judol di Tanah Airpun tersebar di seluruh pelosok negeri. Dan Menjerat masyarakat dari berbagai lapisan, mulai masyarakat bawah, ASN, pegawai BUMN, wartawan, aparat, hingga pejabat di lingkaran kekuasaan; baik laki-laki maupun perempuan, orang tua, dewasa, remaja, hingga anak-anak.
Faktor utama (Judi Online) Judol adalah ekonomi, sulit mendapatkan pekerjaan atau mencari penghasilan, pada akhirnya mencari jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah. Hal itu sangat relevan dengan kondisi krisis ekonomi dunia saat ini khususnya setelah pandemi Covid-19.
Ketimpangan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalisme menyebabkan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Akibat prinsip kebebasan dalam kepemilikan yang diterapkan sistem ekonomi kapitalisme, dunia makin timpang dari sisi ekonomi.
Gaya hidup materialistis yang ditopang standar kebahagiaan hidup bersifat materi dan sikap hidup yang individualis juga menjadikan kepribadian masyarakat sangat rapuh. Jalan pintas dan instan tanpa berpikir panjang menyebabkan orang menjadi pelaku judol di tengah kesempitan rakyat mengakses ekonomi.
Lemahnya Negara dalam Memberantas Judi Online
Terlibatnya sejumlah wakil rakyat dengan Judol menandakan bukti lemahnya penguasa dalam memberantas kasus judi online ini, padahal sebelumnya kasus judi online ini hanya dilekatkan pada pemuda, namun kini wakil rakyat pun turut menjadi pelaku Judol, yang notabene nya wakil rakyat inilah yang harusnya bisa menghentikan kasus Judi online ini.
Dampak kerusakan akibat kejahatan judol pun sudah sangat membahayakan, tetapi solusi yang pemerintah lakukan tidak menyentuh akar persoalannya. Pemerintah seolah tidak berdaya dalam berperang melawan judol. Ini bisa terlihat dari pernyataan Budi Arie bahwa pemerintah menganggap para pemain judol sebagai “korban” sehingga langkah yang dilakukan bukan penangkapan, melainkan pemulihan.
Jika pelaku judol dianggap korban, niscaya tidak akan ada hukuman bagi pelaku judol. Hal ini jelas tidak akan menimbulkan efek jera, melainkan makin merajalela.
Presiden Jokowi sendiri telah menandatangani Keppres 21/2024 tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) pada Jumat (14-6-2024). Namun, masyarakat pesimis terhadap langkah pemerintah dalam memerangi judol.
Hal ini bisa kita lihat dari survei yang dilakukan Litbang Kompas yang menanyakan penilaian responden soal satgas tersebut. Sebanyak 57,3% warga menilai pemerintah tidak serius memberantas judol. (Kompas, 25-6-2024)
Dari sisi hukum, pemberantasan judol juga sangat lemah. Hukum KUHP yang diberlakukan tidak mampu mengatasi persoalan judol. Perjudian daring diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang ITE.
Terbukti, UU ITE yang tajam kepada pemberantasan “radikalisme” yang notabenenya rakyat yang kritis atas kebijakan pemerintah, tetapi justru tumpul dalam menghentikan kejahatan judol. Ribuan situs judol telah diblokir, tetapi belum mampu menghentikan judol. Artinya, kejahatan judol lebih canggih daripada negara.
Islam Solusi Semua Masalah
Judol adalah salah satu akibat dari penerapan sistem kapitalisme, penyebab kemiskinan dan kesengsaraan rakyat. Solusi efektif dan efisien adalah dengan mengganti kapitalisme dengan sistem Islam, yakni syariat Islam kafah dalam naungan Khilafah.
Dalam Islam, judi jelas keharamannya. Setiap pelaku judi berdosa. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah ayat 90—91).
Segala macam bentuk judi, baik offline maupun online, apa pun bentuk permainannya, adalah haram. Tidak ada istilah “judi legal atau ilegal”. Semua pintu perjudian wajib ditutup oleh masyarakat dan negara. Alhasil, untuk menyelesaikan persoalan judol, langkah yang akan ditempuh adalah dengan cara pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (kuratif) yang tegas. Adapun langkahnya sebagai berikut.
Pertama, melakukan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Yakni dengan menancapkan keimanan yang kukuh pada masyarakat dengan akidah yang lurus, senantiasa mengaitkan agama dengan kehidupan dalam segala bidang, merasa diawasi Allah swt. dan para malaikat-Nya sehingga menjadi kontrol efektif bagi individu masyarakat agar tidak terjerumus pada kejahatan judol.
Artinya, negara berperan penting dalam mencegah berbagai pemikiran yang merusak akidah Islam, seperti sekularisme, pluralisme, sinkretisme, dan berbagai bentuk moderasi beragama pada masyarakat.
Kedua, menerapkan sistem ekonomi Islam dengan cara mengembalikan kepemilikan umum (SDA) untuk rakyat, kebijakan zakat bukan pajak, dan pemasukan baitulmal lainnya yang disyariatkan. Dengan mekanisme ini, negara akan menjadi kesejahteraan rakyat dengan kebijakan penyelenggaraan kebutuhan pokok bersifat publik (pendidikan, kesehatan, dan keamanan) berkualitas dan gratis. Memudahkan rakyat mengakses kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Ketiga, memberdayakan pakar informasi dan teknologi (ITE) dan memberikan fasilitas serta gaji tinggi untuk menghentikan kejahatan cyber crime di dunia digital.
Keempat, penegakan hukum bagi pelaku judi (pelaku maksiat adalah kriminal) dengan hukuman takzir. Tindak pidana perjudian di dalam hukum Islam disertakan dengan sanksi khamar, sanksinya berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk. Semua sangsi ini agar memberi efek jera sekaligus penghapus dosa bagi pelaku judi.
Oleh karenanya, Sudah saatnyalah kembali berhukum pada sistem Islam. Karena hanya dengan Islam lah yang mampu menuntaskan semua persoalan seperti narkoba, korupsi, pinjol, dll. Khususnya persoalan Judol. Wallahu A’lam. (*)
Penulis: Ulfiah (Penulis Lepas)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
Simak Juga: