Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Regulasi Kapitalistik membawa bencana

469
×

Regulasi Kapitalistik membawa bencana

Sebarkan artikel ini
Nur Ana
Nur Ana.

OPINI—Gorontalo mengalami peristiwa banjir berkepanjangan dan longsor di sejumlah wilayah. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebanyak 4.686 rumah, terendam banjir. Bencana alam ini mengakibatkan 7.486 warga mengungsi.

Sejumlah rumah terdampak banjir tersebar di 47 kelurahan di sembilan kecamatan Kota Gorontalo. Adapun kecamatan terdampak banjir, yakni Kota Barat, Kota Utara, Kota Selatan, Kota Tengah, Kota Timur, Dumbo Raya, Hulonthalangi, Dungingi, dan Sipatana.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Sejumlah wilayah juga diterjang longsor, yakni: Kelurahan Tenilo (Kecamatan Kota Barat); Kelurahan Pohe (Kecamatan Hulanthalangi); Kelurahan Leato Utara, Leato Selatan, Botu dan Talumolo di Kecamatan Dumbo Raya. Insiden itu mengakibatkan satu warga meninggal di Kecamatan Kota Barat ( 15/7/2024, detiksulsel).

Selain peristiwa banjir dan longsor di beberapa wilayah, terjadi pula longsor di penambangan ilegal yakni di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Bone Bolango. Total sebanyak 26 orang meninggal dunia, sementara 19 orang lainnya dinyatakan hilang (13/04/2024, detiknews).

Peristiwa banjir dan longsor yang terjadi di Indonesia sudah sering terjadi setiap tahunnya. Salah satu penyebab terjadinya peristiwa ini adalah tingginya curah hujan. Peristiwa ini dapat pula mengidentifikasi ada kerusakan lingkungan di wilayah tersebut, contohnya ada penambangan, tata ruang yang salah, ada alih fungsi lahan dan sebagainya.

Negara dapat mengantisipasi agar kejadian ini tidak terulang setiap tahunnya. Seperti membuat peta pergerakan tanah, mitigasi prabencana, melarang penambangan ilegal dan pemberian izin penambangan untuk swata pun di larangan.

Kenyataannya negara selalu abai, rakyatpun yang menjadi korban. Akar masalahnya adalah penerapan sistem kapitalisme, negara memberikan kebebasan kepada individu atau sekelompok pemodal untuk memiliki akses terhadap sumber-sumber ekonomi, salah satunya pada sumber daya alam. Selain itu, kelompok pemodal masuk di ranah politik, sehingga mampu mengontrol kebijakan sesuai arah yang mereka inginkan, semata-mata untuk kepentingan mereka.

Bahkan saat ini pemerintah berencana membagikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) melalui revisi PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Menurutnya ormas keagamaan memiliki jasa dalam memerdekakan Indonesia sehingga sudah selayaknya mereka diberikan IUP. Jika peraturan ini sahkan, maka akan jadi apa lingkunga di negara ini, dimana-mana akan ada penambangan dan akan menambah kerusakan alam.

Negara seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas operasional suatu perusahaan dan juga keselamatan warga. Negara dalam sistem kapitalis memang lebih berpihak pada para kapital, dan abai pada kepentingan dan keselanatan rakyat.

Islam memandang bahwa penguasa adalah pengurus rakyat yang artinya ia bertanggung jawab terhadap nasib rakyat, termasuk saat terjadi bencana. Penguasa akan mengantisipasi agar bencana tersebut tidak terulang dan memakan korban. Sebab nyawa satu manusia lebih berharga dari dunia seisinya.

Negara akan melakukan mitigasi, adanya jaminan ketersediaan dana untuk bencana dan perizinan pertambangan akan dikelolah oleh negara. Jika deposit pertambangan banyak, makan negara akan mengelolanya, sedangkan jika depositnya sedikit individu dapat mengelolanya. Dengan syarat pertambngan tersebut tidak merusak lingkungan dan membahayakan rakyat. Selain itu, penguasa akan mengembangkan teknologi untuk digunakan pengoptimal dalam mengelola hasil tambang dan aman bagi rakyat. (*)

 

Penulis: Nur Ana

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!