OPINI—Penetapan Hari Santri Nasional sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) 22/2015 yang merujuk pada momentum lahirnya resolusi jihad yang gelorakan oleh Rais Akbar Nahdltul Ulama, Hadrastusysyaikh K.H. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 lalu.
Adanya semangat juang dan penuh keikhlasan para ulama dan para santri mengusir penjajah di tanah Nusantara. Sungguh perjuangan yang tak boleh dipandang sebelah mata.
Hal ini memberi pengaruh besar dalam kebelangsungan hidup tanpa adanya ancaman fisik negeri saat ini. Walaupun tidak menampik ancaman pemikiran barat jauh lebih berbahaya pengaruhnya saat ini.
Seyogianya, para santri hari ini, turut andil dalam melanjutkan perjuangan perubahan hakiki dan mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih baik seperti generasi pendahulunya.
Jika ditelisik lebih jauh, fakta hari ini bahwa seluruh aktivitas santri hanya bergelut pada aktivitas pada dimensi religuitas samata. Tak disangkutpautkan dengan aktivitas politik tertentu.
Sebab, pemahaman politik saat ini menggiring para santri menjauhkan diri dari aktivitas politik. Memisahakan seolah kehidupan santri berbeda dengan anak sekolah pada umumnya. Oleh sebab itu, seolah membahas politik perubahan hari ini bukan ranah santri tetapi di para elite politik semata.
Oleh sebab itu, potensi santri diusia muda sulit untuk dioptimalkan karena membatasi aktivitas hanya berkaitan dengan tsaqofah kesantrian semata, tanpa berpikir bagaimana hakikat perubahan yang akan mengantarkan kebangkitan umat.
Agen Moderasi?
Sejak moderasi beragama dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, semua sekolah, lembaga, instansi dan yayasan harus mengaruskan proyek moderasi ini.
Mengutip dari laman kemenag.go.id setidaknya terdapat 9 upaya dalam menancapkan nilai-nilai moderasi beragama kepada santri di pesantren, diantaranya mengambil jalan tengah, tegak lurus, toleran, berunding, kebiaasan dalam kebaikan dan kedamaian, menjadi pelopor, cinta tanah air, anti kekerasan (radikal), dan rumah terhadap budaya.
Dengan melihat upaya-upaya diatas, dapat disimpulkan bahwa santri berusaha diarahkan untuk menjadi agen moderasi dengan merealisasikan nilai-nilai tersebut. Jika dilihat faktanya, penggunaan istilah toleransi pun lebih sering merugikan Islam dan kaum Muslim, seperti mampu menerima perbedaan sampai ke level akidah dengan turut serta dalam perayaan agama tertentu, lebih parah lagi hingga masuk ke tempat ibadah mereka.
Padahal, larangan menyerupai suatu kaum selain Islam sudah jelas. Seperti dalam hadist, Rasulullah Saw bersabda, “siapa saja yang mnyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” HR. Abu Dawud.
Hadist ini sangat jelas tanpa kekaburan sedikitpun, melarang umat Muslim untuk ikut serta menyerupai/merayakan hari keagamaan lain. Dalam Islam, membiarkan dan tidak menggangu perayaan agama lain itu sudah cukup ber-toleransi dengan makna sebenarnya.
Juga pada makna radikal sering disalahartikan, jika merujuk pada KKBI makna radikal ialah sesuatu yang mendasar atau maju dalam berpikir dan bertindak.
Jadi, jika dikaitkan dengan peran santri, maka mereka harus menjaga dan mempertahankan sesuatu yang mendasar apa yang ada dalam hidupnya, yakni akidahnya berikut hukum-hukumnya.
Selalu berusaha terdepan dan berpikir dan bertindak sesuai apa yang diturunkan Allah Swt. Bukan justru menjadi agen yang melemahkan Islam dan kaum Muslim dengan ide asing di luar Islam.
Walhasil, makna toleran dan radikal pun menjadi ambigu tatkala didefinisakan secara umum atau sesuai dengan proyek moderasi. Santri yang sejatinya menjadi pengemban kebenaran yang kokoh dalam bersikap dan keras terhadap kemungkaran atau kemaksiatan.
Tetapi dengan adanya proyek moderasi saat ini, potensi santri justru diarahkan untuk ber-toleransi dengan hal-hal yang sudah final menurut Syariah Islam.
Kemudian, memberi stigma negatif kepada kelompok atau orang-orang yang berpegang teguh pada kebenaran sesuai Syariah Islam. Sangat berbahaya ketika Syariah Islam telah menetapkan suatu hukum yang jelas, namun terdapat penetapan lain dari manusia, maka sungguh hal ini akan mengundang murka Allah Swt.
Santri sebagai agent of change tidak boleh menjadi agen perubahan yang justru mengerdilkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh sang Pencipta. Justru, mereka harus menjadi agen perubahan hakiki sebab ditangan merekalah perubahan itu dapat diwujudkan.
Tentunya dengan adanya pemahaman benar tentang manusia, alam semesta dan kehidupan perubahan hakiki menuju kebangkitan peradaban gemilang akan diwujudkan dengannya Allah Swt. menurunkan keberkahan kepada suatu negeri khusunya negeri Kita tercinta.
Sosok Pemuda Inspirasi Dunia
Sungguh telah banyak sosok pemuda Islam ysng hebat, kokoh iman dan jiwa dengan usia yang sangat muda dalam sejarah yang mampu menginspirasi seluruh pemuda di dunia. Jauh sebelumnya, terdapat sahabat Rasulullah Saw. dengan usia sangat muda, mereka mampu memberikan potensi terbaiknya untuk Islam dan kaum Muslim.
Dalam sejarah emas kekhalifaan pun demikian, sosok yang dikenal luas diantaranya Muhammad Al-Fatih atau Mehmet II seorang pemimpin pasukan yang menaklukan Konstantinopel.
Selain, memiliki kecerdasan yang luarbiasa seperti mampu menguasai banyak bahasa, membaca, menulis dan menerjemahkan Ia memiliki kemapuan menejemen dan adminstrasi negara, penguasaan Medan perang dan ahli dalam strategi perang.
Tak hanya itu, sebagai seorang Muslim, Al-Fatih juga sebagai Muslim taat yang mengkhatamkan Qur’an dan hadist di usia yang sangat muda.
Kepemimpinan dan prestasinya dalam menaklukkan kota Konstantinopel (Istanbul) pada 1453 telah meninggalkan jejak sejarah yang luar biasa dan menjadi kebanggan bagi umat Islam di dunia. Peran Al-Fatih dalam mengemban amanah mampu mewujudkan peradaban yang gemilang di masa kejayaan Islam.
Oleh sebab itu, pemuda santri dapat pula mewujudkan peradaban gemilang dengan mempelajari dan memahami hakikat kebangkitan yang diambil dari Qur’an Sunnah Nabi Saw.
Dengannya peran dan potensi santri akan diberadayakan sesuai dengan Syariah Islam tetapkan Allah Swt. Menjadi agen of change di tengah-tengah umat yang mengemban dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam yang diridhoi Allah Swt.
Dengan demikian, santri hadir menjadi cahaya kebangkitan umat yang menerangi seantero negeri dengan Islam rahmatan lil ‘alamin. Wallahu’alam. (*)
Penulis: Nurmia Yasin Limpo, S.S (Pemerhati Sosial Masyarakat)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.